Kepala Dinas Kehutanan Sulut, Jemmy Ringkuangan saat diwawancarai wartawan
Pacificnews.id-.Beroperasi sejak tahun 2011, Program Selamatkan Yaki terus fokus untuk melindungi Macaca Nigra, monyet hitam Sulawesi dan habitatnya, melalui kegiatan konservasi, pendidikan dan penelitian.
Program perlindungan pun kian kompleks seiring maraknya aksi perburuan dan perusakan terhadap habitat Yaki itu sendiri, sehingga Selamatkan Yaki kian gencar menebar semangat lewat gerakan yang lebih luas, ‘Bekeng Sulut Bangga, Jaga Satwa Liar, Terancam Punah dan Dilindungi’.
Lewat gerakan tersebut, Selamatkan Yaki mengajak masyarakat Sulawesi Utara untuk stop memburu, menjual, memakan dan memelihara satwa liar, terancam punah dan dilindungi.
Hal ini diapresiasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, khususnya Kepala Dinas Kehutanan Sulut Jemmy Ringkuangan.
Dalam kesempatan menutup Festival Bekeng Sulut Bangga, Rabu (7/8/2024), Jemmy Ringkuangan mengapresiasi kinerja Selamatkan Yaki bersama NGO lingkungan lainnya yang konsisten mengedukasi masyarakat untuk penyelematan satwa liar, terancam punah dan dilindungi.
Ringkuangan menyoroti event Pameran Lingkungan yang digagas Selamatkan Yaki pada 5-7 Agustus 2024, yang berhasil mengedukasi banyak orang.
“Festival ini bukti nyata akan kepedulian kita terhadap kehidupan di Sulut. Kegiatan yang sangat edukatif dan informatif dan menjadi sumber inspirasi,” ujar Ringkuangan mewakili Gubernur Sulut Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw.
Pemprov Sulut sendiri bersama Pemkab Minahasa dan Minahasa Selatan, telah menandatangani deklarasi perlindungan terhadap satwa liar, terancam punah dan dilindungi, lewat kebijakan yang mencegah perdagangan satwa secara ilegal, mengedukasi masyarakat sejak dini dan lain sebagainya.
“Perlu langka-langka konkrit lainnya di lapangan yang perlu diambil untuk memastikan keberlanjutan dan pelestarian satwa liar yang terancam punah dan dilindungi di Sulut. Ini tanggungjawab bersama sluruh komponen masyarakat agar Sulut bisa tetap lestari,” kata Ringkuangan.
Sebagai informasi, Festival Lingkungan Bekeng Sulut Bangga, dikemas dengan berbagai lomba tingkat pelajar, seperti lomba mewarnai dan menggambar tingkat pelajar SD serta lomba baca puisi tingkat SMA, juga menghadirkan pentas musikalisasi puisi dari seniman kenamakan Sulawesi Utara, Jamal Rahman Iroth juga live cooking dari influencer Om Buds.
Iven ini dipandu Supervisor Program Selamatkan Yaki, Yunita Siwi dan Koordinator Edukasi Program Selamatkan Yaki, Purnama Nainggolan.
Founder Program Selamatkan Yaki Jhon Tasirin juga ikut mengapresiasi kerja-kerja stakeholder terkait yang memiliki semangat penyelematan satwa dan lingkungan, mulai dari Macaca Nigra Project, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS), Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki, Dinas Pertanian dan Peternakan Sulawesi Utara, Dinas Kehutanan Sulawesi Utara, mahasiswa Program Studi Kehutanan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado serta para pelajar Sulut.
“Untuk menyelamatkan lingkungan kita, program Bekeng Sulut Bangga adalah agar supaya ekosistem keanekaragaman hayati itu terpelihara dan semua stakeholder bisa bergandengan tangan untuk melakukan kegiatan penyelamatan,” ujar Tasirin.
Kerja bersama juga digaungkan Kepala BKSDA Sulut Askhari Masikki.
“Kita tidak mau anak cucu kita hanya mengenal gambar dari semua satwa yang ada. Tapi kita ingin mewariskan kepada mereka bahwa inilah satwa yang masih eksis dan tetap terjaga di habitat alamnya. Bagaimana kita menjaga dan melestarikan biodiversiiti yang sangat tinggi di Sulut. Siapa lagi kalau bukan kita untuk menjaga itu?” ajak Askhari.
Dikatakan Askhari, sebagian besar satwa di Sulawesi Utara mengalami penurunan populasi sebagai akibat dari tingginya perburuan dan kerusakan habitat alam.
“Berbicara terkait dengan satwa liar bukan hanya kita berbicara terkait dengan habitatnya saja tapi bagaimana perilaku untuk menjaga mereka di alam. Kita harus bisa berbagi ruang dengan mereka,” tambahnya.
Duta Yaki Indonesia, Khouni Lomban menyebutkan bahwa setiap manusia merupakan kepingan puzzle yang berarti satu dengan yang lain.
“Kita tidak dapat melakukannya penyelematan lingkungan sendiri. Kita harus terus berkolaborasi sebagai bagian dari kepingan puzzle dsri satu lukisan indah alam Indonesia,” kata Khouni.
(*/Stvn)