NILAI BUDAYA TARIAN MAENGKET, MAHZANI, TUMATENDEN , DAN LILI ROYOR

by -70 views

Dra. Theresia M. C. Lasut, M.Hum

Dr. Rina P. Pamantung, M.Hum

Mercy Mantau., M.Hum

Irma Lontoh, M.Hum

Donna   R. Timboeleng, M.Hum

(Ditulis pada 5 januari 2025)

                        ABSTRACT               

Maengket, and Mah’zani, Tumatenden,  and Lili Royor   dances are the original Minahasa culture. Therefore, the purpose of thispaper is to review the cultural  value of  Maengket,  Mah’zani , and Lili royor lyric dance . The  problem is What are cultural  value  of the  Maengket, Mahzani ,  and Lili Royor lyric dance.     This research was conducted to maintain language and culture. The research method used is a qualitative descriptive method [1] with an ethnographic approach. Linguistic Anthropology that connects language and culture by Foley [2], Sibarani [3], and Van Dijk [4],), and Eriyanto [5]. The data collection technique followed Sudaryanto [6] to record and tap language data.

The Basic Theory of Linguistics, namely, Morphology, Syntax and Semantics, is used to analyze the version of  the lyrics of the Lili Royor song that accompanies the Lili Royor dance and the meaning contained in the lyrics of the Lili Royor song. Morphological theory, explains the smallest meaningful language units from the theories of Nida [7], Wouw [8], and Verhaar [10]. Meanwhile, the Semantic theory with semantic analysis from Lyon (1976) and cultural meaning uses the theory from Spradley [11], and Christomy [12] theory to answer the cultural meaning. The result of the research is that the theme of the song lyrics is similar to the lyrics of the song Maengket or Mah’zani, namely the theme of prayer, youth romance, love, joy, and harvest according to the standard of the reality of life experienced by humans or people who live in the Minahasa region. The theme of

the Lily Royor dance which is different from other dances in Minahasa is the theme of “loving the youngest sister” in the sense that “the youngest brother is also prioritized as the eldest child in a single-family”. That theme never existed in Maengket and Mah’zani. Furthermore, the lingual form is different from the lingual form used in other dances in Minahasa. For example, the appearance of [i-] attached to the root word of the verb, namely ilampang ‘walks’, ipayos ‘swaying’, Ilεoŋ ‘play’. I catfish the lingual form [i-] is clitic because the attachment of [i-] to the root word of the verb produces the meaning “lah”. A vowel /i/ occurs alongside the root verb and is not a bound morpheme. On the other hand, the use of /i/ in the word in Maengket dance means possessiveness, namely ownership or belonging to someone, for example, Iya’i ‘owner of this land Opo’ and iti’i ‘respectively’. While the use of i- in the Mah’zani dance is a disciplined value in various aspects of people’s lives as a guide and orientation for the life of the Tombulu people today. Lily Royor’s lingual form consists of morphemes and words that have undergone affix processes such as prefixes, confixes, infixes and suffixes as well as reduplications and imperative forms in the accompanying song for the Lili Royor dance.

Keywords: Dance, Lily Royor, Maengket, Mah’zani, lyrics.

PENDAHULUAN

Pasal 32 ayat 1 , UUD 45 sudah menetapkan bahwa (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan mesyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya. (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Sebagaimana pasal 32 ayat  1 tertera nilai budaya yang signifikan bagi masyarakat R I termasuk masyarakat SULUT.   Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang berbentuk nilai yang telah tertanam dan disepakati oleh masyarakat berupa kebiasaan sebagai bentuk perilaku dan tanggapan terhadap sesuatu keadaan sesudah atau sebelum terjadi. Nilai budaya merupakan konsep yang mencakup berbagai aspek penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Nilai-nilai budaya memainkan peran sentral dalam membentuk identitas, norma, dan perilaku individu serta kelompok dalam suatu masyarakat. Nilai budaya terkait erat dengan penggunaan bahasa dalam linguistik.

Nilai budaya bersifat relatif, artinya nilai-nilai dapat berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya Fenomena adanya nilai budaya dan metafora beberapa tarian asli di Minahasa sering dijadikan bahan kajian tampak masih  terfokus pada satu  tarian saja dan belum  menjangkau pada perbandingan beberapa tarian sekaligus yang menghasilkan pesamaan dan perbedaannya. 

Tarian di Minahasa merupakan salah satu budaya asli Minahasa  yang masih ada saat ini. Nama tarian  asli dari Minahasa antara lain tarian Maengket , Mahzani, Tumatenden, dan  Tarian Lily Royor sehingga keempatnya merupakan budaya  yang perlu dilestarikan .   Oleh karena itu, tujuan tulisan ini adalah mengulas  niai budaya  lirik tarian Maengket ,  Mah’zani, Tumatenden, dan  Lili Royor,. Terkait dengan itu, Minahasa sebagai wilayah terbesar di Provinsi Sulawesi Utara memiliki tradisi budaya tari-tarian yang sudah dikenal walaupun belum semua nama tarian diketahui  dalam skala lokal, nasional, maupun internasional. Nama tarian itu dari Minahasa yang disebut  sebagai berikut 1) tarian Mahzani, 2) tarian Maengket, 3) tarian Marambak, 4) tarian Makamberu, 5) tarian Makaaruyen, dan 6)  tarian Lily Roror.  Tarian itu sering  diangkat sebagai penelitian oleh para peneliti bahasa dan budaya ataupun simpatisan terhadap budaya Minahasa.  Namun, kajian lebih mendalam tentang tarian di Minahasa masih perlu  dilakukan untuk melestarikan dan melengkapi dokumentasi dalam rangka upaya  pemertahanan bahasa dan budaya. Selain itu, agar supaya warisan budaya Minahasa berupa tarian dapat diketahui oleh generasi muda.

Tarian  Maengket, Mahzani,  Tumatenden, dan  Lily Royor dianggap mewakili tarian di Minahasa  sebagai peninggalan warisan budaya yang perlu sekali untuk dicermati. Oleh karena itu, ketiga tarian itu diangkat sebagai topik dalam pembahasan kali ini agar kajian lebih mendalam untuk mendapatkan hasil yang   akurat. Pembahasan difokuskan dalam bidang bahasa dan budaya. Selain itu, Riset Terapan Unggulan Unsrat (RTUU) ini dilatarbelakangi oleh belum optimalnya perkembangan keunggulan perguruan tinggi misalnya UNSRAT sebagai pusat inovasi dan secara merata di Indonesia. Dengan demikian, penelitian yang mengacu pada peningkatan pembangunan karakter bangsa, selain berkomplementasi dengan bidang teknis diperlukan  juga agar inovasi yang dihasilkan dapat diterapkan dengan baik dan harmonis dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan. Pada akhirnya, UNSRAT dapat menjadi pusat inovasi dalam pengembangan beragam ilmu pegetahuan termasuk bahasa dan budaya lokal sebagai ingenious local di provinsi Sulawesi Utara dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Permasalahan yang dibahas    yaitu Apakah   nilai budaya lirik tarian Maengket , Mahzani, Tumatenden, dan Lili Royor.

 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam rangka pemertahanan bahasa dan budaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif (Denzin & Norman, 2009) dengan pendekatan etnografi dan linguistic sinkronis. Linguistik Antropologi yang menghubungkan bahasa dan budaya oleh Foley (1997), Sibarani (2004) ), serta Van Dijk (1985), dan Eriyanto (2009).  Teknik pengumpulan data mengikuti Sudaryanto (2015) untuk rekam dan menyadap data bahasa. Peneliti    melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan deskriptif sebagaimana acuan dari (Spradley,1979).  Pertanyaan deskripsi terdiri dari 5 pertanyaan inti seperti : a) pertanyaan grand tour, b) pertanyaan mini tour, c) pertanyaan contoh, d) pertanyaan pengalaman, e) pertanyaan bahasa asli. Data lirik lagu tarian Lily royor, Maengket dan Mah’zani diidentifikasi dan dikualifikasi. Setelah itu, dianalisis sesuai dengan teori yang sudah dipilih.

Teori Dasar Linguistik  yakni, Morfologi, Sintaksis dan Semantik digunakan untuk menganalisis   lirik lagu Lili Royor , tarian Maengket, dan tarian Mahzani . Teori Morfologi, menjelaskan satuan-satuan bahasa terkecil yang bermakna dari teori Nida (1949), Wouw (1971), dan Verhaar (2001). Teori sintaksis dari Givon (1981). Sementara itu, teori Semantik dengan analisis semantik khusus makna dari Lyon (1976), Leech (1981) dan makna budaya menggunakan teori dari Van Dijk ( 2009 ) , Spradley (1972), serta teori Christomy (2010)  untuk menjawab  makna budaya.

Analisis sintaksis menggunakan teori sintaksis dari Givon (2003), sementara teori Makna dari Leech (1981) semantik dan makna budaya akan menggunakan teori dari Spradley (1979) dan Rahyono (2009), semiotika budaya oleh Christomy (2010).  Van Dijk ( 2009) memanfaatkan dan mengambil analisis linguistik tentang kosa kata, kalimat, proposisi dan paragraf untuk menjelaskan dan memaknai suatu teks. Menurutnya, kognisi sosial merupakan dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh individu/ kelompok pembuat teks. Leech  (1981) menyatakan bahwa makna terdiri atas makna denotatif dan konotatif. Makna konotatif mencakupi metafora.

 

ANALISIS

NILAI BUDAYA DAN METAFORA LIRIK LAGU TARIAN MAENGKET, MAHZANI, TUMATENDEN, DAN LILI ROYOR

Empat  tarian yang menjadi fokus kajian yakni tarian Mahzani, tarian Maengket , Tumatenden, dan tarian Lili Royor. Tarian itu berada di wilayah Minahasa, sebagai bagian dari Provinsi Sulawesi Utara. Hasil penelitian dan pembahasan terhadap lirik tarian Mahzani, tarian Maengket , Tumatenden, dan tarian Lili Royor yaitu sebagai berikut.

Tarian mahzani yaitu jenis tarian masih dipraktekkan dalam masyarakat, baik saat sedang kerja bersama (kelompok mapalus), maupun saat  mengadakan pertemuan atau acara-acara tertentu. Tarian tradisional tersebut ditampilkan untuk berbagai keperluan seperti : Upacara penyambutan , Panen , dan  Pertunjukan seni, dan acara Syukuran.Tarian Tumatenden merupakan legenda atau cerita rakyat kedatangan putri Kayangan yang mandi di sungai yang menyebabkan satu putri tertinggal di bumi dan menikah dengan manusia.  Tarian mahzani yaitu jenis tarian masih dipraktekkan dalam masyarakat, baik saat sedang kerja bersama (kelompok mapalus), maupun saat  mengadakan pertemuan atau acara-acara tertentu. Masyarakat Tombulu, khususnya petani  pedesaan di desa Woloan, mempraktekkan nyanyian Mahzani  seiring dengan waktu kerja dalam kelompok mapalus. Nyanyian ini ternyata dapat menghilangkan rasa lelah seseorang yang sedang bekerja, kemudian menambah semangat kerja seseorang. Struktur nyanyian  memiliki keseragaman pada tiga bagian besar: pendahuluan, isi nyanyian atau ide yang mau disampaikan, kemudian bagian penutup. Bentuk lingual terdiri atas kata, frasa, dan kalimat. Kata terdiri atas kata tunggal dan kata berprefiks. Lagu tarian Mahzani bersifat bebas sesuai dengan keinginan anggota masyarakat.

Tarian Maengket yakni Superstruktur memiliki pendahuluan, isi, dan penutupan, Terdapat tiga babak dalam pertunjukan tari tradisional Maengket. Pada perkembanganya Tarian tradisional tersebut ditampilkan untuk berbagai keperluan seperti :

Upacara penyambutan , Panen , dan  Pertunjukan seni, dan acara Syukuran.

Bentuk lingual tarian Maengket juga mirip dengan tarian Mahzani. Bentuk  kata dalam tarian Maengket berarti posesif yaitu kepemilikan atau kepunyaan seseorang, misalnya iya’i ‘pemilik dari Opo tanah ini’ dan iti’i  ‘ masing‘. Lirik lagu Tarian Maengket memiliki  struktur  naratif diwarnai dengan nyanyian dari pemberi pesan langsung kepada partisipan lain yang sangat menentukan keutuhan dan suasana hati yang meliputi tuturan dan perspektif. Struktur formal memiliki karakteristik tekstual sebagai satuan kebahasaan yang bercorak puitis dan meliputi hubungan ungkapan kalimat, kata, dan bunyi pada makro, superstruktur, dan mikro.

Tarian lili Royor memiliki struktur empat babak. Tarian itu dibawakan untuk menghibur pada acara Syukuran.  Bentuk lingual lirik lagi tarian Lili royor yaitu  kata, frasa, dan klausa. Klitika muncul pada kata ilampang, ilingkoya, idani, ipayos, dan ilele.  I bukan prefix tapi bentuk klitika. Misalnya pemunculan   [ i-] yang dilekatkan pada kata dasar verba yaitu  ilampang ‘berjalanlah’, ipayos ‘bergoyanglah’, Ilεoŋ‘bermainlah’.  I lele           ‘mengikutilah’, dan Iliŋkoya‘ berlengganglah’.  Bentuk lingual [i-]  merupakan klitik karena pelekatan [i-] terhadap kata dasar verba menghasilkan makna “lah”. Bentuk  lingual Lili Royor terdiri atas morfem dan kata yang sudah mengalami proses afiks seperti, prefiks, konfiks, infiks dan sufiks serta reduplikasi dan bentuk imperatif pada lagu pengiring tarian Lili Royor.

Tema lirik lagu yang mirip dengan lirik lagu Maengket atau Mah’zani yaitu tema doa,  percintaan anak muda, kasih, kegembiraan, dan menuai sesuai  standar realitas kehidupan yang dialami manusia atau orang yang berdiam di wilayah Minahasa. Tema tarian Lili Royor yang berbeda dengan tarian yang lain  di Minahasa adalah tema “mengasihi adik bungsu” dalam arti bahwa “adik bungsu juga diprioritaskan sebagaimana anak sulung dalam satu keluarga batih”. Tema itu tidak pernah ada pada Maengket dan Mah’zani.

Persamaan antara tarian  tarian Maengket, dan tarian Mahzani, Tumatenden, dan Lili Royor yaitu Keempat merupakan tarian daaerah sebagai warisan budaya yang berasal dari wilayah tarian Minahasa. Tarian Mahzani muncul lebih  dahulu, diikuti oleh tarian Maengket, dan tarian Lili Royor. Ketiga tarian menggunakan lirik lagu bahasa daerah di Minahasa.  

Perbedaan antara tarian Lili Royor, tarian Maengket, dan tarian Mahzani yaitu sebagai berikut.Tema lirik lagu yang mirip dengan lirik lagu Maengket atau Mah’zani yaitu tema doa,  percintaan anak muda, kasih, kegembiraan, dan menuai sesuai  standar realitas kehidupan yang dialami manusia atau orang yang berdiam di wilayah Minahasa. Tema tarian Lili Royor yang berbeda dengan tarian yang lain  di Minahasa adalah tema “mengasihi adik bungsu” dalam arti bahwa “adik bungsu juga diprioritaskan sebagaimana anak sulung dalam satu keluarga batih”. Tema itu tidak pernah ada pada Maengket dan Mah’zani. Struktur tarian Maengket dan Mahzani sama yakni tiga babak. Hal itu disebabkan karena ada hubungan erta antara tarian Mahzani dan Maengket. Sesuai hasil penelitian dari Riedel yakni tarian Mahzani merupakan ibu dari tarian Maengket. Ciri karakteristik dari syair lagu memang mirip hanya saja tarian Maengket ditemukan pada semua wilayah pemakaian bahasa daerah di Minahasa. Tarian Lili Royor memiliki struktur empat babak. Tarian itu hanya ditemukan di wilayah pemakaian bahasa Tonsea. Tarian Lili Royor memiliki bebrapa versi sesuai kampong asal tarian yakni tarian Lili Royor versi Kaasar, Manembo-nembo, dan versi Airmadidi.  Bentuk lingual tarian Lili royor memiliki klitik, sebaliknya klitika tidak didapati pada tarian Maengket dan tarian Mahzani. Makna lirik lagu tarian Maengket dan Mahzani mengandung makna denotatif. Sementara makan konotatif terdapat pada lirik lagu tarian lily Royor. Kata  gunung Klabat merujuk kepada cita-cita yang tinggi setinggi gunung Klabat. Kata cita-cita dikiaskan dengan gunung Klabat yang tinggi.

 

KESIMPULAN

Nilai budaya tarian Maengket, Mahzani, Tumatenden, dan Lili Royor yakni  terletak pada tema dari lirik lagu dalam setiap tarian yang selalu terfokus pada hubungan manusia dengan Opo Ni Empung sebagai pemilik semesta dan hubungan antara manusia  dengan manuasia.

Perbedaan antara tarian Lili Royor, tarian Maengket, dan tarian Mahzani yaitu tema dan struktur tarian. Tema tarian Lili Royor mengandung tema utama mengasihi adik bungsu. Tarian Maengket dan Mahzani merupakan tarian pada saat panen. Tarian Lili Royor ditampilkan sebagai hiburan pada acara Syukuran.

 

DAFTAR PUSTAKA

Christomy, T & Yuwono U, 2010. Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian

Denzin, Norman K & Lincoln, Yvonna S. (eds.). 2009. Handbook of Qualitative

Research. Terjemahan dari bahasa Inggeris 1997 oleh Dariyatno cs. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 

Djakaria, S. 2006. “Esagenang”. Jurnal Hasil Penelitian Jaranitra. Manado: Balai

Kajian Sejarah Dan Nilai Tradisional Manado

Djayasudarma, F.T. 1993. Metode Linguistik. Ancangan Metode Penelitian Dan

Kajian. Bandung: PT. Eresco.

Eriyanto. 2009. Analisis Wacana. Pengantar

Fairclough, N. 1997. Analysing Discourse. Textual analysis for Social Research.

New York: Routledge

Folley, W.A. 1997. Anthropological Linguistics, An Introduction. Malden:

Blackwell Publishers, Inc

Halliday & Hassan.R. 1992. Language, Context and Text. Victoria: Deakin

University Press.  

Kalangi, F.J. 2012. Kamus Tonsawang/Toundanow-Indonesia. Yayasan Institut

                     Seni Budaya Sulawesi Utara.

Katuuk, V. 2000. Ungkapan Bermakna Budaya Tentang Kesehatan Kelompok

                     Etnis Tonsea di Desa Talawaan. Manado: Program Pascasarjana Unsrat.

Kepel, P.P. 2003. Perumpamaan Dalam Bahasa Tonsea. Manado: Percetakan

                     Wenang & Toko Lima

Leech, G. 1981. Semantics. The Study of Meaning. Suffolk, Great Britain: Richard

                     Clay Ltd.

Mantiri, E. 2018. Lirik ‘Marambak’ Cerminan Pola Pikir Membangun Rumah

                     Tinggal Orang Tombulu Di Minahasa. Manado: PascaSarjana Universitas Sam Ratulangi.

Moningka, B. 1992. Tetambaken Wo Panginayoan Witu U Reraghesan Si

                     Empung. Bitung: Badan Pekerja Sinode GMIM

Nida, E.A. 1949. Morphology. The Descriptive Analysis of Words. Ann Arbor

                     USA: The University of Michigan Press.

Pamantung, R. 2015. Taksonomi Nomina Aspek Makanan dan Minuman  Khas Minahasa. Disertasi, Universitas Udayana.

Pinontoan, A. 1999. Reduplikasi Bahasa Tonsea. Manado: FPBS IKIP

Rahyono, F.X. 2009. Kearifan Budaya Dalam Kata. Jakarta: Penerbit Wedatama

                     Widya Sastra.

Rattu, J. A. 2017. Kebertahanan Nilai Religi dan Keberlanjutan Kepempinan Perempuan dalam Pagelaran Maengket Makamberu : Kajian Tradisi Lisan pada Etnik Minahasa di Sulawesi Utara. Disertasi Depok : Universitas Indonesia

Renwarin, P.R. 2007. Matuari wo tona’as. Jilid I Mawanua. Jakarta: Cahaya

                     Pineleng.

Renwarin, P.R. 2012. Opo Empung – Wailan.Yang Ilahi Dalam Lirik Tembang

                     Minahasa. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Rumengan, P. 2010. Maengket – Seni Tradisional Orang Minahasa.

                      Perkembangan Dan Permasalahan Vol.1. Yogyakarta: Program

                      Pascasarjana ISI

Salea, dkk. 1978.  Struktur Bahasa Minahasa (Tombulu, Tonsea, Tondano).  Manado: Tim Peneliti Fakultas Sastra Universitas Samratulangi.

 

 

Sangari, F.E.H. 2011. Ungkapan Verbal dan NonVerbal Bermakna Budaya

                     Dalam Tari Maengket Imbahasan Versi Masyarakat Kali Kecamatan

                     Pineleng. Tesis. Manado: Program Pascasarjana Universitas Samratulangi.

Sibarani, R. 2012. Kearifan Lokal. Hakikat, Peran, Dan Metode Tradisi Lisan.

                     Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL)

Sudaryanto, 2015. Metode Dan Aneka Teknik Analisis Bahasa.Pengantar

                     Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis.Yogyakarta: Penerbit

                                Universitas Sanata Dharma Anggota APPTI

Spradley, J. 1979. The Etnographic Interview. Belmon California: Wadsworth

                     Thomson Learning.

Talangi, A. A. 2017. Mahzani. Suatu Kajian Antropologi Budaya. Pineleng:

                     Percikan Hati.

Tambuwun, E.M. 2005. Tata Bahasa Tontemboan Jilid I & II. Amurang: Dinas

           Pendidikan Minahasa Selatan.

Taulu, H.M. 1953. Lagu- Lagu Rakyat 10 Buah Minahasa dan 1 Buah Indo

Yuk! baca berita menarik lainnya dari Pacific News di saluran WHATSAPP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.