Ketua Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) Tomy Tampatty (foto/ist)
Pacificnews.id-.Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) angkat suara terkait adanya laporan kepolisian dari pihak Manajemen Garuda Indonesia terhadap salah seorang pegawai, yakni Eka Wirajhana terkait dengan permasalahan transfer rapelan Gaji (hak) dari Garuda Indonesia.
Ketua Sekarga Tomy Tampatty pun menanggapi permasalahan tersebut dengan menguraikan beberapa poin:
1. Bahwa permasalahan tersebut berawal dari adanya penerapan Sistem Penggajian yang baru (Sistem One on One) terhadap Pegawai Darat (Non-Crew) dimana pada saat awal penerapan sistem yang baru, banyak terdapat selisih kurang bayar Gaji terhadap Pegawai darat dan salah satunya adalah Eka Wirajhana.
Yang bersangkutan selanjutnya mengajukan keberatan atas kekurangan bayar tersebut dengan mengajukan perhitungan selisih kurang bayar kepada Pelapor/Manajemen dan Manajemen telah membayar kekurangan tersebut dengan melakukan dua kali transfer sejumlah uang kepada Eka Wirajhana.
Namun kemudian Manajemen menyatakan bahwa telah terjadi Double Pembayaran, sementara Eka Wirajhana mengklaim Manajemen masih kurang bayar atas uang rapelan Gaji beserta denda keterlambatan pembayaran.
2. Bahwa permasalahan yang timbul antara Manajemen dengan dengan Eka Wirajhana adalah murni permasalahan Perdata/Perselisihan Hubungan Industrial yang objek sengketanya adalah Perselisihan HAK (rapelan gaji) dimana Perselisihan Hak sebagaimana diatur dalam pada Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
3. Bahwa seharusnya dalam menyelesaikan Perselisihan tersebut, Pihak Manajemen dapat menempuh mekanisme penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang tahapan penyelesaiannya mulai dari di tingkat BIPARTIT (Pasal 3) di Internal perusahaan dan jika tidak terdapat kesepakatan, Manajemen dapat memproses ke tingkat MEDIASI (Pasal 4) di Tingkat Dinas Ketenagakerjaan dan jika di Tingkat MEDIASI tidak terdapat kesepakatan, Pihak Manajemen dapat menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial/PHI (Pasal 5).
4. Bahwa selain mekanisme penyelesaian sebagaimana dimaksud pada poin (2 dan 3) di atas, Manajemen juga dapat melakukan pemotongan Gaji yang bersangkutan jika Manajemen yakin benar telah terjadi Double Pembayaran rapelan Gaji terhadap yang bersangkutan dan mekanisme pemotongan tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan khususnya Pasal 51 Ayat 1 huruf (g) dan juga Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan Pasal 58 huruf (g). Dari kronologis dan bukti yang ada, Manajemen pernah mengirim surat bernomor: GARUDA/JKTIDH-24579/XI/2014 Perihal: Pemberitahuan Pemotongan Gaji Sdr.Eka Wirajhana, dimana dalam surat tersebut dinyatakan adanya Double pembayaran dan Manajemen akan melakukan pemotongan Gaji selama 36 bulan dan setiap bulan akan dipotong dari Gaji yang bersangkutan.
“Namun faktanya sampai saat ini Manajemen tidak melakukan pemotongan Gaji yang bersangkutan,” ujar Tomy Tampatty, Rabu (8/12/2021).
5. Bahwa dengan adanya bukti Surat Pemberitahuan Pemotongan Gaji di atas namun faktanya sampai dengan saat ini Manajemen tidak melakukan pemotongan Gaji, ini membuktikan bahwa Manajemen masih ragu dengan argumentasi perhitungan double pembayaran/kelebihan bayar rapelan Gaji, karena Eka Wirajhana juga punya argumentasi dan perhitungan yang menyatakan Manajemen masih kurang membayar rapelan Gaji dan denda bunga keterlambatan pembayaran.
6. Bahwa seharusnya dalam menyesaikan permasalahan ini Manajemen dapat menempuh mekanisme Penyelesaian Perselesaian Hak sebagaimana yang kami uraikan pada poin 2 dan 3 di atas atau menempuh mekanisme pemotongan Gaji/Hak sebagaimana yang kami jelaskan pada poin 4 di atas karena sesungguhnya Objek sengketanya adalah murni ranah Perdata Hubungan Industrial dan hal ini dapat dilakukan oleh Direktorat Personalia dengan tanpa mengeluarkan biaya lawyer.
Namun menjadi tanda tanya besar mengapa manajemen lebih memilih menggunakan lawyer dan mempidanakan yang bersangkutan dengan tuduhan pelanggaran Undang-Undang Nomor: 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana.
“Bukankah nilai biaya lawyer akan lebih besar dari nilai rapelan Gaji yang diperselisihkan, sementara Garuda Indonesia saat ini masih mengalami kesulitan keuangan,” tambah Tampatty.
7. Bahwa pada prinsipnya Sekarga selalu terbuka jika Manajemen membutuhkan masukan dan bantuan dalam menyelesaikan setiap permasalahan hubungan industrial dengan cara dan mekanisme sebagaimana yang kami uraikan di atas tanpa adanya biaya yang dikeluarkan oleh Manajemen.
8. Bahwa kami sangat mendukung pernyataan Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra yang menyatakan bahwa semangat Pelaporan itu adalah bagian dari Komitmen Manajemen dalam melakukan Penegakan Tata Kelola Perusahaan yang baik, namun perlu kami ingatkan agar jangan sampai Komitmen Pelaporan tersebut hanya dilakukan terhadap pegawai biasa (Staf) yang terkesan Tumpul Keatas Tajam Ke Bawah.
Dirinya menambahkan, kalau benar manajemen menegakkan komitmen tata kelola yang sesuai dengan Good Corporate Governance/GCG dan akhlak BUMN, maka seharusnya manajemen juga melaporkan kepada pihak berwajib siapa pun yang terlibat menyalahgunakan kewenangan dalam menggunakan fasilitas perusahaan, Penyalahgunaan Ketentuan Charter Flight.
“Karena faktanya ada mitra charter yang belum melunasi pembayarannya, namun pesawat sudah dioperasikan,” sesal Tampatty.
Dirinya menguraikan manajemen juga harus melaporkan kepada pihak berwajib terkait adanya pengadaan Konsultan Restrukturisasi.
“Iya, penunjukannya patut diduga tidak sesuai dengan prinsip GCG, yang nilainya Rp.800 Miliar sebagaimana yang disampaikan oleh mantan komisaris garuda indonesia di beberapa media,” tuturnya.
Menurut Tampatty, pihaknya ingin meluruskan pemberitaan secara sepihak dari manajemen selama ini terkait dengan Permasalahan Perselisihan Hak Pegawai Garuda Indonesia.
“Intinya jangan tutupi dugaan korupsi dengan mengkambinghitamkan dengan permasalahan hak gaji karyawan,” katanya.
“Ini masalah perdata. Lebih elok kalau diselesaikan secara internal,” tutupnya.
(Tim Pn)